Seperti halnya Sayyidah Raihanah binti Zaid, Mariyah Al
Qibtiyah adalah budak Rasulullah yang kemudian ia bebaskan dan beliau
nikahi. Rasulullah Saw memperlakukan Mariyah sebagaimana beliau
memperlakukan istri-istri beliau yang lainnya. Abu Bakar dan Umar pun
memperlakukan Mariyah layaknya seorang Ummul-Mukminin. Dia adalah istri
Rasulullah Saw satu-satunya yang melahirkan seorang putra, yang diberi nama
Ibrahim, setelah Siti Khadijah.
Tentang nasab Mariyah, tidak banyak yang diketahui selain
nama ayahnya. Nama lengkapnya adalah Mariyah binti Syama'un dan dilahirkan
di dataran tinggi Mesir yang dikenal dengan nama Hafn. Ayahnya berasal dan
Suku Qibti, dan ibunya adalah penganut agama Masehi Romawi. Setelah
dewasa, bersama saudara perempuannya, Sirin, Mariyah dipekerjakan pada Raja
Muqauqis.
Rasulullah Saw mengirim surat kepada Muqauqis melalui
Hatib bin Baltaah, menyerukan raja agar memeluk Islam. Raja Muqauqis
menerima Hatib dengan hangat, namun dengan ramah dia menolak memeluk Islam,
justru dia mengirimkan Mariyah, Sirin, dan seorang budak bernama Maburi, serta
hadiah-hadiah hasil kerajinan dari Mesir untuk Rasulullah. Di tengah
perjalanan Hatib merasakan kesedihan dihati Mariyah karena harus meninggalkan
kampung halamannya. Hatib menghibur mereka dengan menceritakan Rasulullah
dan Islam, kemudian mengajak mereka memeluk Islam. Mereka pun menerima
ajakan tersebut.
Rasulullah saw menerima kabar penolakan Muqauqis dan
hadiahnya, dan betapa terkejutnya Rasulullah terhadap budak pemberian Muqauqis
itu. Beliau mengambil Mariyah untuk dirinya dan menyerahkan Sirin kepada
penyairnya, Hasan bin Tsabit. Istri-istri Nabi yang
lain sangat cemburu atas kehadiran orang Mesir yang cantik itu sehingga
Rasulullah harus menitipkan Mariyah di rumah Haritsah bin Nu'man yang terletak
di sebelah masjid.
Allah menghendaki Mariyah Al Qibtiyah melahirkan seorang
putra Rasulullah setelah Siti Khadijah. Betapa
gembiranya Rasulullah mendengar berita kehamilan Mariyah, terlebih setelah
putra-putrinya, yaitu Abdullah, Qasim, dan Ruqayah meninggal dunia.
Mariyah mengandung setelah setahun tiba di
Madinah. Kehamilannya membuat istri-istri Rasul cemburu karena telah
beberapa tahun mereka menikah, namun tidak kunjung dikaruniai seorang anak
pun. Rasulullah menjaga perasaan istrinya dengan sangat
hati-hati. Pada bulan Dzulhijjah tahun kedelapan hijrah, Mariyah
melahirkan bayinya yang kemudian Rasulullah memberinya nama Ibrahim demi
mengharap berkah dari nama bapak para nabi, Ibrahim as Lalu beliau memerdekakan
Mariyah sepenuhnya. Kaum muslimin menyambut kelahiran putra Rasulullah Saw
dengan gembira.
Akan tetapi, dikalangan istri Rasul lainnya api cemburu
tengah membakar, suatu perasaan yang Allah ciptakan dominan pada kaum
wanita. Rasa cemburu semakin tampak bersamaan dengan terbongkarnya rahasia
pertemuan Rasulullah Saw dengan Mariyah di rumah Hafshah sedangkan Hafshah tidak berada di rumahnya. Hal
ini menyebabkan Hafshah marah. Atas kemarahan Hafshah itu Rasulullah
mengharamkan Mariyah pada diri beliau.
Kaitannya dengan hal itu, Allah Swt telah menegur lewat
firman-Nya:
Artinya : "Hai Muhammad, mengapa kamu mengharamkan
apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati
istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. " (QS.
At-Tahrim: 1).
Sayidatina
Aisyah mengungkapkan
rasa cemburunya kepada Mariyah, "Aku tidak pernah cemburu kepada wanita
kecuali kepada Mariyah karena dia berparas cantik dan Rasulullah sangat
tertarik kepadanya. Ketika pertama kali datang, Rasulullah menitipkannya
di rumah Haritsah bin Nu'man al-Anshari, lalu dia menjadi tetangga kami. Akan
tetapi, beliau sering kali disana siang dan malam. Aku merasa
sedih. Oleh karena itu, Rasulullah memindahkannya ke kamar atas, tetapi
beliau tetap mendatangi tempat itu. Sungguh itu lebih menyakitkan bagi
kami." Di dalam riwayat lain dikatakan bahwa Aisyah berkata, "Allah
memberinya anak, sementara kami tidak dikaruni anak seorang pun."
Beberapa orang dari kalangan orang-orang munafik menuduh
Mariyah melahirkan anak hasil perbuatan serong dengan Maburi, budak yang
menemaninya dari Mesir dan kemudian menjadi pelayan untuk Mariyah. Akan
tetapi, Allah membukakan kebenaran untuk diri Mariyah setelah Ali bin Abu
Thalib menemui
Maburi dengan pedang terhunus. Maburi menuturkan bahwa dirinya adalah
laki-laki yang telah dikebiri oleh raja.
Pada usianya yang ke-19 bulan, Ibrahim jatuh sakit
sehingga meresahkan kedua orang tuanya. Mariyah bersama Sirin senantiasa
menunggui Ibrahim. Suatu malam, ketika sakit Ibrahim bertambah parah,
dengan perasaan sedih Nabi saw bersama Abdurrahman bin
Auf pergi
ke rumah Mariyah. Ketika Ibrahim dalam kondisi sekarat, Rasulullah Saw
bersabda, "Kami tidak dapat menolongmu dari kehendak Allah, wahai
Ibrahim."
Tanpa ia sadari, air mata telah bercucuran. Ketika
Ibrahim meninggal, beliau kembali bersabda, "Wahai Ibrahim, seandainya
ini bukan perintah yang haq, janji yang benar, dan masa akhir kita yang
menyusuli masa awal kita, niscaya kami akan merasa sedih atas kematianmu lebih
dari ini. Kami semua merasa sedih, wahai Ibrahim ... Mata kami menangis,
hati kami bersedih, dan kami tidak akan mengucapkan sesuatu yang menyebabkan
murka Allah. "
Demikianlah kondisi Nabi Saw ketika menghadapi kematian
putranya. Meskipun tengah berada dalam kesedihan, beliau tetap berada
dalam jalur yang wajar sehingga tetap menjadi contoh bagi seluruh manusia
ketika menghadapi cobaan besar. Rasulullah Saw mengurus sendiri jenazah
anaknya kemudian beliau menguburkannya di Baqi '.
Setelah Rasulullah wafat, Mariyah hidup menyendiri dan
menujukan hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah. Dia wafat lima
tahun setelah wafatnya Rasulullah, yaitu pada tahun ke-16 hijrah, pada masa pemerintahan
Khalifah Sayyidina Umar bin Khattab. Khalifah sendiri yang menshalati jenazah
Sayyidah Mariyah Al Qibtiyah, kemudian dimakamkan di Baqi '.
Jangan lupa kunjungi web kami juga:
BalasHapusJual Kaos Dakwah
Kaos Dakwah Quotes
Produsen Kaos Dakwah