Shafiyah binti Huyay (sekitar 610 M - 670 M) adalah salah satu istri
ke-11 Nabi Muhammad Saw yang berasal dari suku Bani Nadhir . Ketika menikah, ia masih berumur 17 tahun. Ia mendapatkan julukan " Ummul mu'minin ". Bapaknya
adalah ketua suku Bani Nadhir.
Shafiyyah binti
Huyay bin Akhtab bin Sa'yah bin Amir bin Ubaid bin Kaab bin al-Khazraj bin
Habib bin Nadhir bin al-Kham bin Yakhurn, termasuk keturunan Harun bin Imran bin Qahits bin Lawi bin Israel bin Ishaq bin Ibrahim. Ibunya
bernama Barrah binti Samaual darin Bani Quraizhah. Shafiyyah dilahirkan
sebelas tahun sebelum hijrah, atau dua tahun setelah masa kenabian Nabi
Muhammad Saw.
Shafiyah telah menjanda sebanyak dua kali,
karena dia pernah kawin dengan dua orang keturunan Yahudi yaitu Salam bin Abi
Al-Haqiq (dalam kisah lain dikatakan bernama Salam bin Musykam), salah seorang
pemimpin Bani Qurayzhah, namun rumah tangga mereka tidak bertahan lama.
Kemudian suami keduanya bernama Kinanah bin
Rabi 'bin Abil Hafiq, ia juga salah seorang pemimpin Bani Qurayzhah yang diusir
Rasulullah. Dalam Perang Khaibar, Shafiyah dan
suaminya Kinanah bin Rabi 'telah tertawan, karena kalah dalam pertempuran
tersebut. Dalam satu negosiasi Shafiyah diberikan dua pilihan yaitu
dibebaskan kemudian diserahkan kembali kepada kaumnya atau dibebaskan kemudian
menjadi istri Nabi Muhammad Saw, kemudian Safiyah memilih untuk menjadi istri
Nabi Muhammad Saw.
Shafiyah memiliki kulit yang sangat putih dan memiliki
paras cantik, menurut Ummu Sinan Al-Aslamiyah ,
kecantikannya itu sehingga membuat cemburu istri-istri Nabi Muhammad Saw yang
lain. Bahkan ada seorang istri Nabi Nabi Muhammad Saw dengan nada
mengejek, mereka mengatakan bahwa mereka adalah wanita-wanita Quraisy bangsa
Arab, sedangkan dirinya adalah wanita asing (Yahudi). Bahkan suatu ketika
Hafshah sampai mengeluarkan lisan kata-kata, "Anak seorang Yahudi"
hingga menyebabkan Shafiyah menangis.
Nabi Nabi Muhammad Saw kemudian bersabda, "Sesungguhnya
engkau adalah seorang putri seorang nabi dan pamanmu adalah seorang nabi, suamimu
pun juga seorang nabi lantas dengan alasan apa dia mengejekmu?" Kemudian Nabi Muhammad Saw bersabda kepada
Hafshah, "Bertakwalah kepada Allah wahai Hafshah!" Selanjutnya
manakala dia mendengar ejekan dari istri-istri nabi yang lain maka diapun
berkata, "Bagaimana bisa kalian lebih baik dariku, padahal suamiku
adalah Nabi Nabi Muhammad Saw Saw, ayahku (leluhur) adalah Harun dan pamanku adalah Musa ?" Shafiyah
wafat tatkala berumur sekitar 50 tahun, ketika masa pemerintahan Mu'awiyah .
Sejak kecil dia menyukai ilmu pengetahuan dan
rajin mempelajari sejarah dan kepercayaan bangsanya. Dari kitab suci
Taurat dia membaca bahwa akan datang seorang nabi dari jazirah Arab yang akan
menjadi penutup semua nabi. Pikirannya tercurah pada masalah kenabian
tersebut, terutama setelah Nabi Muhammad Saw muncul di Mekkah. Dia sangat
heran ketika kaumnya tidak mempercayai berita besar tersebut, padahal sudah
jelas tertulis di dalam kitab mereka sendiri. Demikian juga ayahnya, Huyay
bin Akhtab, yang sangat gigih menyulut permusuhan terhadap kaum Muslim.
Sifat dusta, tipu muslihat, dan pengecut
ayahnya sudah tampak di mata Shafiyyah dalam banyak peristiwa. Di antara
yang menjadi perhatian Shafiyyah adalah sikap Huyay terhadap kaumnya sendiri,
Yahudi Bani Qurayzhah. Ketika itu, Huyay berjanji untuk mendukung dan
memberikan pertolongan kepada mereka jika mereka melepaskan perjanjian tidak
mengkhianati kaum Muslim ( Perjanjian Hudaibiyah ). Akan tetapi, ketika kaum Yahudi
mengkhianati perjanjian tersebut, Huyay melepaskan tanggung jawab dan tidak
menghiraukan mereka lagi.
Hal lain adalah sikapnya terhadap orang-orang
Quraisy Mekah. Huyay pergi ke Mekkah untuk menghasut kaum Quraisy agar
memerangi kaum Muslim dan mereka menyuruhnya mengakui bahwa agama mereka
(Quraisy) lebih mulia dari agama Nabi Muhammad Saw, dan Tuhan mereka lebih baik
dari Tuhannya Nabi Muhammad Saw .
Perang Khandaq membuka tabir pengkhianatan kaum
Yahudi terhadap perjanjian yang telah mereka sepakati dengan kaum
muslimin. Nabi Muhammad Saw segera menyadari ancaman yang akan menimpa
kaum muslimin dengan berpindahnya kaum Yahudi ke Khaibar kernudian membentuk
pertahanan yang kuat untuk persiapan menyerang kaum muslimin.
Setelah perjanjian Hudaibiyah disepakati untuk
menghentikan permusuhan selama sepuluh tahun, Nabi Muhammad Saw merencanakan
penyerangan terhadap kaum Yahudi, tepatnya pada bulan Muharam tahun ke-7
hijriah. Nabi Muhammad Saw memimpin tentara Islam untuk menaklukkan
Khaibar, benteng terkuat dan terakhir kaum Yahudi. Perang berlangsung
dahsyat hingga beberapa hari lamanya, dan akhirnya kemenangan ada di tangan
umat Islam. Benteng-benteng mereka berhasil dihancurkan, harta benda
mereka menjadi harta rampasan perang, dan kaum wanitanya pun menjadi tawanan
perang. Di antara tawanan perang itu terdapat Shafiyyah, putri pemimpin
Yahudi yang ditinggal mati suaminya.
Bilal membawa Shafiyyah dan putri pamannya
menghadap Nabi Muhammad Saw. Di sepanjang jalan yang dilaluinya terlihat
mayat-mayat tentara kaumnya yang dibunuh. Hati Shafiyyah sangat sedih
melihat kondisi itu, apalagi jika mengingat bahwa dirinya menjadi tawanan kaum
muslimin. Nabi Muhammad Saw memahami kesedihan yang dialaminva, kemudian
ia bersabda kepada Bilal, "Sudah hilangkah rasa kasih sayang dihatimu,
wahai Bilal, sehingga engkau tega membawa dua orang wanita ini melewati
mayat-mayat suami mereka?" Nabi Muhammad Saw memilih Shafiyyah sebagai
istri setelah terlebih dahulu menawarkan untuk memeluk agama Islam kepadanya
dan kemudian Shafiyyah menerima penawaran tersebut.
Seperti telah dikaji di atas, Shafiyyah telah
banyak memikirkan Nabi Muhammad Saw sejak dia belum mengetahui kerasulan
beliau. Keyakinannya bertambah besar setelah dia mengetahui bahwa Nabi Muhammad
Saw adalah utusan Allah. Anas berkata, "Rasulullah ketika hendak
menikahi Shafiyyah binti Huyay bertanya kepadanya, "Apakah sesuatu yang
engkau ketahui tentang diriku?" Dia menjawab, "Ya
Rasulullah, aku sudah rnengharapkanrnu sejak aku masih musyrik, dan memikirkan
seandainya Allah mengabulkan keinginanku itu ketika aku sudah memeluk
Islam." Ungkapan Shafiyyah tersebut menunjukkan rasa percayanya kepada
Nabi Muhammad Saw dan rindunya terhadap Islam.
Bukti-bukti yang jelas tentang keimanan
Shafiyyah dapat terlihat ketika dia memimpikan sesuatu dalam tidurnya kemudian
dia ceritakan mimpi itu kepada suaminya. Mengetahui takwil dan mimpi itu,
suaminya marah dan menampar wajah Shafiyyah sehingga berbekas di
wajahnya. Nabi Muhammad Saw melihat bekas di wajah Shafiyyah dan bertanya,
"Apa ini?" Dia menjawab, "Ya Rasul, suatu malam aku
bermimpi melihat bulan muncul di Yastrib, kemudian jatuh di kamarku. Lalu
aku ceritakan mimpi itu kepada suamiku, Kinanah. Dia berkata, 'Apakah
engkau suka menjadi pengikut raja yang datang dari Madinah?' Kemudian
dia menampar wajahku. "
Nabi Muhammad Saw menikahi Shafiyyah dan
kebebasannya menjadi mahar perkawinan dengannya. Pernikahan Nabi Muhammad
Saw dengan Shafiyyah didasari beberapa landasan. Shafiyyah telah mernilih
Islam dan menikah dengan Nabi Muhammad Saw ketika ia memberinya pilihan antara
masuk Islam dan menikah dengan beliau atau tetap dengan agamanya dan
terbebas. Ternyata Shafiyyah memilih untuk tetap bersama Nabi Muhammad
Saw, Selain itu, Shafiyyah adalah putri pemimpin Yahudi yang sangat
membahayakan kaum muslim, di samping itu, juga karena kecintaannya kepada Islam
dan Nabi Muhammad Saw.
Nabi Muhammad Saw menghormati Shafiyyah
sebagaimana hormatnya ia terhadap istri-istri yang lain. Akan tetapi,
istri-istri Nabi Muhammad Saw menyambut kedatangan Shafiyyah dengan wajah
kurang bersahabat karena dia adalah orang Yahudi, di samping juga karena
kecantikannya yang menawan. Akibat sikap mereka, Nabi Muhammad Saw pernah
tidak tidur dengan Zainab binti Jahsy karena kata-kata yang dia lontarkan
tentang Shafiyyah.
Aisyah bertutur tentang peristiwa tersebut,
"Rasulullah Saw tengah dalam perjalanan. Tiba-tiba unta Shafiyyah
sakit, sementara unta Zainab berlebih. Rasulullah berkata kepada Zainab, "Unta
tunggangan Shafiyyah sakit, maukah engkau memberikan salah satu dan
untamu?" Zainab menjawab, "Akankah aku memberi kepada
seorang perempuan Yahudi?" Akhirnya, ia meninggalkan Zainab pada bulan
Dzulhijjah dan Muharam. Artinya, beliau tidak mendatangi Zainab selama
tiga bulan. Zainab berkata, "Sampai aku putus asa dan aku mengalihkan
tempat tidurku."
Aisyah mengatakan lagi, "Suatu siang
aku melihat bayangan Rasulullah datang. Ketika itu Shafiyyah mendengar
obrolan Hafshah dan Aisyah tentang dirinya dan mengungkit-ungkit asal-usul
dirinya. Betapa sedih perasannya. Lalu dia mengadu kepada Rasulullah
sambil menangis. Rasulullah menghiburnya, "Mengapa tidak
engkau katakan, bagaimana kalian berdua lebih baik dariku, suamiku Nabi
Muhammad Saw, ayahku Harun, dan pamanku Musa."
Di dalam hadits riwayat Tirmidzi juga
disebutkan, "Ketika Shafiyyah mendengar Hafshah berkata,' Perempuan
Yahudi! ' dia menangis, kemudian Nabi Muhammad Saw menghampirinya dan
berkata, "Mengapa engkau menangis?" Dia menjawab,
"Hafshah binti Umar mengejekku bahwa aku wanita Yahudi." Kemudian
Nabi Muhammad Saw bersabda, "Engkau adalah anak nabi, pamanmu adalah
nabi, dan kini engkau berada di bawah perlindungan nabi. Apa lagi yang dia
banggakan kepadamu?" Nabi Muhammad Saw kemudian berkata
kepada Hafshah, "Bertakwalah engkau kepada Allah, wahai Hafshah!"
Salah satu bukti cinta Shafiyyah kepada Nabi
Muhammad Saw ada pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Saad tentang
istri-istri Nabi yang berkumpul menjelang beliau wafat. Shafiyyah berkata,
"Demi Allah, ya Nabi, aku ingin apa yang engkau derita juga menjadi
deritaku." Istri-istri Rasulullah memberikan isyarat satu sama
lain. Melihat hal yang demikian, beliau berkata, "Berkumurlah!"
Dengan terkejut mereka bertanya, "Dari apa?" Beliau menjawab, "Dari
sinyal mata kalian terhadapnya. Demi Allah, dia adalah benar. "
Setelah Nabi Muhammad
Saw wafat, Shafiyyah merasa sangat terasing di tengah kaum muslimin karena
mereka selalu menganggapnya berasal dan Yahudi, tetapi dia tetap komitmen
terhadap Islam dan mendukung perjuangan Nabi Muhammad Saw. Ketika terjadi
fitnah besar atas kematian Utsman bin Affan, dia berada di barisan
Utsman. Selain itu, dia pun banyak meriwayatkan hadits Nabi. Dia
wafat pada masa kekhalifahan Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Marwan bin Hakam
menshalatinya, kemudian menguburkannya di Baqi '.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar